Sabtu, 30 Januari 2010

Coretan tentang Pengaruh Islam di Minangkabau



PENGARUH GERAKAN ISLAM DI MINANGKABAU DAN PERGERAKAN NASIONAL
Oleh :
Imam Gozali

I.  PENDAHULUAN

Setelah Islam masuk beberapa abad lalu, agama yang dipegang teguh masyarakat Minangkabau adalah Islam di samping memegang teguh adat. Dengan begitu Islam dan adat menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Maka lahirlah adagium Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Perpaduan keduanya melahirkan harmoni sosial di bawah sistem kepemimpinan tigo tunggu sajarangan: Ninik–Mamak, Alim-Ulama dan Cerdik-Pandai serta tigo tali sapilin.
             Di dalam menjalankan tatanan kehidupan sosial budaya, politik, pemerintahan, ekonomi dan keagamaan, masyarakat Minangkabau senantiasa mendasarkan keputusan dan membuat kebijakan melalui musyawarah dan mufakat. Bulek aie ka pambuluah, bulek kato dek mufakaik. Kok bulek dapek digiliangkan kok picak dapek dilayangkan. Intinya adalah setiap gerak kehidupan bersama mestilah dimusyawarahkan agar terciptanya keputusan bersama, untuk kepentingan bersama. Selain itu masyarakat Minangkabau memiliki falsafah hidup Alam Takambang Jadi Guru yang telah digunakan sebagai pedoman hidupnya sejak dahulu.


II. PERGERAKAN PADERI

Lahirnya gerrakan Paderi pada awalnya dimotori oleh beberapa ulama pengikut Tuanku Tuo dari Nagari Cangking yang menganut aliran tareqat Wujudiyah yaitu, Tuanku Mansiangan, Tuanku Lintau, dan Tuanku Nan Renceh. Mereka ingin sekali  yang sudah larut dalam kehidupan duniawi yang rusak. Namun mereka belum menemukan cara pembersihan yang tepat selain dengan pemberian dakwah yang telah mereka lakukan. Pada tahun 1803, ketika tiga Haji pulang dari Mekah yaitu Haji Sumanik, Haji Miskin dan Haji Piobang. Mereka memperoleh gagasan yang tepat untuk melakukan tindakan yang tepat karena terinspirasi oleh kaum Wahabi yang meruntuhkan kekuasaan Khalifah Usmaniyah dari Turki di Mekah. Pemikiran itu mendapat sambutan hangat dari para para Ulama seperti Tuanku Mansiangan, Tuanku Nan Renceh, dan Tuanku Pasaman yang kemudian dikenal sebagai Tuanku Lintau. Kampanye Haji Miskin mendapatkan perlawanan dari para pengikut ulama yang merasa ajaran dan kedudukannya sudah mulai terdesak. Ulama yang menentang tesebut mendapatkan dukungan dari para kaum penghulu, karna ajaran Haji Miskin dianggap akan merubah sendi ajaran Adat Minangkabau. Peristiwa tersebut yang menjadikan cikal-bakalnya gerakan Paderi, sehingga tidak sampai setahun gerakan padri telah menguasai seluruh Agam bahkan sampai ke Pasaman. Namun salah satu pengikut Tuanku Nan Renceh, Datuk Bandaro mendapat perlawanan keras di Nagari Alahan Panjang sehingga menyingkir ke wilayah Bonjol Yang dipimpin leh Peto Syarif yang dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol.
            Perang Paderi merupakan merupakan perang  kaum adat dan kaum agama yang berlangsung pada awal abad 19 di Minangkabau. Perang ini pada akhirnya menyatukan rakyat Minangkabau. Sehingga pada saat itu rakyat Minangkabau dari semua golongan bersatu untuk melawan panjajahan Belanda. Tokoh sentral pada perang tersebut adalah, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao, dan Tuanku Tambusai. Setelah pemerintahan Hindia Belanda telah menguasai Minangkabau seabad lamanya, Gerakan Paderi selalu bermuara kearah gerakan politik. Dekadensi ajaran tarekat Satariyah dan kegagalan paderi menimbulkan gerakan baru pada tahun 1850, yaitu ketika Syekh Ismail yang dijuluki Tuanku Simabur kembali dari mekah dan membawa ajran tareqat Naksabandiyah. Golongan Naksabandiyah menamakan dirinya kaum muda, sedangkan ulama Satariyah disebut ulama adat atau kaum tua. Pertentangan kedua aliran tersebut cukup tajam, golongan Naksabandiyah berhasil mendesak golongan Satariyah.
            Dominasi golongan Naksabandiyah dipandang telah kemasukan Bid'ah oleh Syekh Ahmad Khatib yang bermukim di Mekah sejak tahun 1871. Syekh Ahmad Khatib mempunyai tiga orang murid yaitu, Haji Abdulah Ahmad, Haji Jamil Jambek, dan Haji Karim Amrullah. Ketiga Haji tersebut setelah pulang dari Mekah ke Minangkabau mulai melakukan gerakan pembaharuan dari kebiasaan yang berbau sirik dan Bid'ah. Mereka mengembangkan pendidikan yang sebelumnya bersifat Halaqoh di surau dan Madrasah menjadi Thawalib dan Diniayah atu dikenal dengan Thawalib school dan Diniyah school yang didirikan sekiar tahun 1918. Perkembangan sekolah seperti semakin pesat di Minangkabau, sehingga Haji Abdulah Ahmad yang tergabung dalam tareqat Naksabandiyah mendirikan sekolah Adabiyah di Padang yang memberikan pengajaran dengan kurikulum sekolah HIS berbahasa Belanda untuk Pribumi. Selain dari ketiga Haji tersebut, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy juga mempunyai murid di jawa yaitu KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah dan KH. Hasyim Ashari pendiri Nahdatul Ulama pada tahun 1912.


III. PENGARUH PERGERAKAN ISLAM NASIONAL

Pergerakan  Islam oleh tersebut telah menimbulkan pengaruh yang besar bagi pembaharuan pendidikan di Minangkabau maupun Indonesia. Minangkabau, sebagai bagian tak terpisahkan dengan Tanah Air Indonesia, mengalami pasang naik dan surut kehidupan berbangsa dan bernegara sejak zaman klasik, penjajahan Belanda, era pergerakan nasional, penjajahan Jepang,  kemerdekaan awal, masa Orde Lama, masa Orde baru dan sekarang Orde Reformasi . Yang paling khas di dalam kehidupan pemerintahan, kenegaraan dan kebangsaan itu bagi Minangkabau adalah peristiwa PRRI (1957-1960). Peristiwa ini oleh sebagian besar kalangan masyarakat Minangkabau baik yang di kampung maupun di rantau membekas sebagai trauma. Trauma itu membuat masyarakat Minangkabau tertekan secara psikologis. Keadaan itu berjalan di sisa masa akhir Orde Lama. Pada masa ini kepemimpinan dan kebijakan publik dinomisasi oleh kaum komunis dan nasionalis serta kaum agama tradisionalis yang disebut Nasakom yang pada intinya semuanya terpusat kepada Soekarno.
              Pasca rezim Soekarno, setelah pembunuhan Jenderal tahun 1965, lahirlah Orde Baru atau pemerintahan Soharto. Pada masa awal era ini masyarakat Minangkabau mulai merehabilitir diri. Pada waktu ini Sumatara Barat dipimpin seorang Gubernur Sipil Harun Zain yang memerintah dengan motto : Mambangkik Batang Tarandam. Pada dasarnya era ini situasi Minangkabau yang porak-poranda dilanda perang saudara dengan pemerintah pusat sebelumnya, hendak diperbaiki. Minangkabau mengeman harga diri dan martabat Era klasik dan masa pergerakan nasional yang telah diisi oleh perjuangan tokoh-tokoh Islam dan nasionalis Minangkabau ingin dijadikan motivasi ulang untuk kejayaan. Tuanku Imam Bonjol, , Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Dr. Syekh Abdul Karim Amarullah (Inyiek Rasul) , Dr. Syekh Abdullah Ahmad, Syekh Moh. Jamil Jambek atau Inyiak Jambek,  Agus Salim, HAMKA, dan deratan tokoh besar bangsa yang sebelumnya telah mengharumkan nama Minangkabau di pelataran nasional, kembali ditoleh sebagai motivasi kemajuan.


IV. PERGERAKAN ISLAM NASIONAL

Di akhir 60-an dan awal 70-an ada dua alumnus Univeristas Al-Azhar, Kairo dan Timur Tengah yang amat sentral peranannya di dalam kehidupan keagamaan dan sosial pendidikan di Minangkabau. Meraka adalah Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, H. Baharuddin Syarif, MA. Dan mantan Dubes RI di Irak. HMD Dt. Palimo Kayo.
Dua yang pertama berjasa mengembangkan pendidikan tinggi Islam IAIN Imam Bonjol yang kedua berjasa membangun harga diri keagaamaan Minangkabau sebagai Ketua MUI pertama di Sumatera Barat dan benteng umat Islam dalam menghadapi propaganda Kristen di Minangkabau.Palimo Kayo bersama Moh. Natsir dari DDII Pusat amat berjasa di dalam mengembangkan dakwah Islam terutama menghadapi misi Kristen itu di Sumbar dengan mendirikan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina dan Sekolah Tinggi Akademi Agama dan Bahasa Arab (AKABAH) di Bukittinggi pada 1970-an awal. Ibnu Sina kini ada pada beberapa kota dan daerah di Sumbar sedangkan AKABAH akhir-akhir ini tidak ada yang mengurus.
               Dewasa ini alumni Timur Tengah yang berasal dari beberapa universitas di Mesir, Marokko, Saudi Arabia, Libya dan Syiria ada sekita 30-an orang. Yang paling dominan adalah dari Kairo baik Universitas Azhar maupun yang lain. Secara fungsional banyak yang mengabdi di bidang pendidikan dan dakwah. Rektor IAIN Imam Bonjol Prof. Dr. Maidir Harun dan Ketua MUI Sumbar Prof. Dr. Nasrun Harun agaknya di antara mereka yang berada pada posisi puncak institusi formal dan sosial dewasa ini. Selain mereka banyak yang mengajar di beberapa perguruan tinggi, pesantren, madrasah dan aktivis muballig di Sumbar. Sebagian di antara mereka ada yang menjadi pegawai negeri dan sebagian lain tetap swasta. Beberapa di antara mereka ada yang menamatkan sampai S3 di Timur Tengah, tetapi kebanyakan hanya sampai S1 (Lc) dan S2 (MA). Mereka yang tersebut terakhir ini banyak pula yang meneruskan kuliah strata berikutnya di Indonesia sampai jenjang paling tinggi. Secara individual mereka sangat berperanan di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, pendidikan,dakwah dan keumaan secara umum.
        
V. ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL

      Bersama masuknya pengaruh kemajuan pada awal abad ke-20 ke Indonesia, Minangkabau telah menjadi pintu gerbang utama . Menurut Korver (1985) dan Noer (1980) paling tidak ada 3 jalur utama masuknya pembaharuan pemikiran Islam ke Indonesia dari Timur Tengah. Ketiganya adalah melalui masyarakat Indonesia keturunan Arab; tokoh-tokoh modernis Islam Minangkabau; dan organisasi Islam modern dan tradisional seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama dan Tarbiyah Islamiyah.
               Khusus untuk Minangkabau organisasi Islam yang dominan di tengah masyarakat di perkotaan dan pedesaan adalah Muhammadiyah, Tarbiyah Islamiyah dan Jama’ah Tariqat, baik Syatariyah maupun Naqsyabandiyah. Dua yang pertama di samping merupakan jam’iah, persyarikatan sosial kemasyarakatan juga mempunyai amalusaha diberbagai bidang.Muhamamdiyah mempunyai 291 instalasi pendidikan dari Taman Kanak-kanak, SD, Ibtidaiyah, Pesantren, SMA, SMP, Tsanawiyah , Aliyah dan Universitas Muhammadiyah Sumbar dengan 6 Fakultas dengan program D3, S1 dan Pascasarjana serta Akademi perawat. Pusat pendidikan Islam Muhammadiyah yang akhir tahun 70-an disebut Pesantren terbesar adalah di Kauman Padang Panjang, Al-Kautsar 50 Kota, Muallimin di Sawah Dangka Agam dan Mualimin di Lintau, Batu sangkar serta di Ujung Gading Pasaman Barat.
               Sementara Tarbiyah Islamiyah, mempunyai puluhan madrasah dengan yang terkemuka antara lain di Ampek Angkek Canduang serta Batu Hampar Payukumbuh. Selanjutnya, madrasah-madarasah independen. Artinya tidak terkait langsung secara struktural dengan organisasi keagamaan seperti Muhmmadiyah dan Tarbiyah.
Antara lain seperti yang telah kita ketahui adalah Diniyah Putri dan Thawalib, Nurul Ikhlas, Serambi Mekkah di Padang Panjang. Sumatra Thawalib di Parabek dan Pesanten modern Terpadu Prof. Dr. HAMKA di Duku Pariaman.
Pesantren indpenden lain yang ada di berbagai nagari, diperkirakan ada sekitar 500 buah. .
                 Akan halnya Tariqat Syatariyah dan Nasqsyabandiyah, merupakan kumpulan jam’ah yang ada pada beberapa nagari di Pariaman, Pasaman, Agam, 50 Kota, Pesisir Selatan, Sawahlunto Sijunjung dan sebagian Tanah Datar. Koto Tuo, sebuah nagari di Agam di pinggiran jalan arah ke Maninjau dari Bukittinggi ada surau utamanya yang merupakan basis Syataruyah untuk Sumbar, Riau dan Jambi.
Nagari Ulakan di Pariaman merupakan tempat ziarah utama kaum Syatariyah sebagai tempat makam Syekh Burhanuddin yang dianggap pembawa awal tariqat ini ke umbar dari Aceh pada awal abad ke-17. Jama’ah tariqat ini tidak menggarap lembaga pendidikan formal seperti Muhammadiyah dan Tarbiyah, tetapi memfokuskan diri kepada pembinaan jama’ah dan kelompok zikir, pengajian dan wirid-wirid serta bimbingankerohanian.


IV. PENUTUP

Pengaruh pergerakan Islam di Nasional di Indonesia sejak awal abad 19 sampai dengan era Reformasi, telah memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan perkembangan sistem pendidikan di indonesia. 
Dinamika ummat Islam di Minangkabau senantiasa terus menerus berjalan secara fluktuatif. Peranan tokoh masyarakat, ulama, pemerintah dan ormas Islam senantiasa harus diintegrasikan di dalam menghadapi persoalan sosial keagaman, pendidikan, peningkatan kualitas SDM , ekonomi dan sosial budaya di Minangkabau. Angkatan muda Minangkabau menjadi ujung tombak yang harus terus menerus diasah di dalam menghadapi tantangan untuk kebangkitan ummat. Mereka yang ada di kampung dan di rantau, lebih-lebih yang sedang menuntut ilmu di berbagai belahan dunia diharapkan mengisi kemampuan kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan spiritualnya untuk kembali ke Tanah Air di dalam membangun ummat dan bangsa ke arah yang lebih baik di masa kini dan akan datang.



DAFTAR KEPUSTAKAAN

  1. Navis, A.A. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta : Grafitipers 1987
  2. Hamka. Ayahku. Jakarta : Uminda 1982
  3. Rusli Amran Sumatra barat Hingga Plakat Panjang., Jakarta : Sinar Harapan 1981
  4. Sofwan Karim. http:// sofwan karim.pluralitassosio-kultural.blogspot.com/2008/03/islam-di-minangkabau.html

Monolog.....



Tentang Pertanyaan

Dan mereka telah berkata tentang anasir-anasir si bebal yang hinggap di benak para cendala, tentang prinsip-prinsip buta yang melangkahi sisi kemanusiaan. Dan aku disini masih saja menelan kekosongan dari apa yang tersirat di dinding-dinding perjalanan.
Jika masih waktu yang mengkehendaki kesempurnaan yang terbentuk, maka menara yang tergantung nama-nama besar di puncak-puncaknya, adalah manifestasi dari perubahan yang di proklamirkan oleh jiwa yang berontak.
Disini-dibelahan hujan dan kemarau yang menjadi janin keseimbangan semesta, apakah yang harus dikatakan, melainkan ” telah hadir sesuatu yang menjadikanku “???
Namun, bila semua tak terasa akan sebuah hikmah yang berjanji di kesamaran yang nyata, maka baiklah aku yang berkata dengan perumpamaan, “ selokan pun punya guna “!!!
Aku dan kita-yang bersua di keremangan pengembaraan, sungguh telah bersatu dalam satu mata rantai yang dinamakan pencarian!! Dan adalah kemuliaan yang bersarang di pundak-pundak derita yang mengejawantah, apabila senyum yang mengambang tak surut oleh tamparan-tamparan sejenisnya, laksana nyiur yang yang tetap melambai oleh lecutan ombak yang mengganas, karena kepekaan dan intuisi telah berbisik, “ kekokohan tegak ada padanya “.
Oh..saudaraku yang berdiri dengan kepincangan tersembunyi ketegaran, bukankah makhluk kepura-puraan yang menjambak kemegahan yang sesungguhnya dengan sangat kejam??? Dan kelalaian yang kau belai dengan sekalian kemanjaan untuknya, aku sudah katakan sejak diri menghargai makna akan sesuatu.
Akan tetapi, bagaimana aku akan bertanya, jika seandainya tak pernah lahir kebaikan dan keburukan, kesalahan dan kebenaran, kenyataan dan mimpi? Sementara kehidupan kan mengukir makna dari sebuah pertanyaan yang berentetan, dan jawaban takkan pernah jadi akhir dari segalanya???
Aku yang lelah menggores abjad-abjad liar untuk saudara-saudaraku di kemudian hari, pun telah terbentur dengan keharusan untuk berhenti. namun, akankah roh memisahkan diri dari darah yang masih terasa kelembabannya???
Untuk semua yang mengisi celah-celah jiwa dan pikirku, kuserukan sebaris syair yang kutulis dengan darah dan air mata ketulusan. Dan kemudahan pun kan merealisasikan perjanjiannya!!
                                                                                    Usther. 2008

Purnama Yang Hilang



Purnama yang hilang


ketika itu dengan sabar ku  tunggu 17 kali kedatangannya dalam masa gundah
melewati berbagai galau resah membucah jiwa tiap kali akan kehadirannya
pada akhirnya penantian itu pun tak berujung sia
begitu bersinar kutatap ia dengan penuh perasaan dan kucurahkan seluruh diriku dalam sinaran cahayanya
begitu banyak masa indah yang kulalui dalam sinarannya
selalu menerangi setiap gelap malamku

sampai selang beberapakali purnama
malam itu menyombongkan diri dalam gelapnya
tak hingga sedikitpun butuh akan sinarannya
hingga aku kehilangan purnama yang selama ini dengan kesabaran dan pengharapan ku huni untuk memimpikan kehadirannya pun telah pergi menerangi bumi lain di luar sana
telah ku coba dan rasa betapa perlunya pengorbanan akan sebuah harapan
namun jika semuanya hanya harapan-harapan hampa apakah harus dipertahankan jua

kusadari keangkuhanku akan dunia tanpa purnama
namun semuanya bukan karena ada cahaya lain pengganti sosok purnama
melainkan keinginan agar purnama semakin bercahaya tak hanya menerangi bumi yang kupijak ini
tetapi jua menyinari seluruh semesta
namun purnama menyerah
purnama tak seterang dahulu sinarnya
karna ditutup awan hitam yang membatasi sinarnya untukku

dalam pada itu biarlah kini ku jalani gelapnya malam tanpa purnama menerangi
walau berupaya meraba namun kan kujajaki jua malam tanpa purnama


         Malam, dibulan sepuluh  2009
Dari jiwa yang merindukan purnama

Pasambahan Siriah Carano


PIDATO PASAMBAHAN SIRIAH CARANO


Gunuang nago di pauah limo
Nampak nan dari kampus Unand
Jaweklah salam dari ambo walau indak bajabaik tangan

Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatu

Sairiang balam jo barabah
Barabah lalu balam mandi
Sairiang salam jo sambah sambah lalu salam kembali

Takalo ambo ka marambah
Di ladang urang koto marapak
Baringin patah tatipo                                     
Takalo ambo ka manyambah
Lah tasuruah jo niniak mamak
Sarato urang nan basamo
Bukannyo ambo cadiak pandai

Bari basuji lengan baju
Cindai diambiak ka basahan
Bajaik sangkuik satiok tapi
Adaik urang kayo jo panghulu
Limbago kato basambahan
Tando alamaik putiah hati

Talatak puntiang di hulu
Di bawah kiliran taji
Asamulo rundiang dahulu
Tigo limbago nan tajadi
Patamo sambah manyambah
Kaduo siriah jo pinang
Katigo baso jo basi

Sambah manyambah dalam adaik
Tali batali undang-undang
Tasabuik bamuluik manih
Tapakai di baso baiak

Muluik manih talempong kato
Baso baiak gulo dibibia
Dalam cupak nan piawai
Adaik banamo sopan santun

Adaik di lauik bajuru mudi
Adaik di sabuang bajuaro
Adaik di alek barajo janang
Kok dikaji si juru mudi
Tau di angin nan basiru
Tau di ombak ka badabua
Jaleh bana di pasang turun naiak
Kok dikaji tantang si juaro
Tau dibulang nan bakicuah
Pandai managak manampih taruah
Tau dek tuah sisiak ayam

Kok dikaji si rajo janang
Tau didahan ka maimpok
Tau dirantiang ka mancucuak
Tau di urek ka manaruang
Tau dibayang kato sampai
Tau di ereang nan jo gedeang

Ramo-ramo tabang malayang
Malayang ka koto tangah
Banyaknyo ampek puluah ampek
Indah carano alang kapalang
Lah tibo di tangah-tangah
Tibo di lingkuang urang nan rapek

Buruang sinurak buruang sinuri
Manari-nari diateh pamatang
Siriah galak pinang manari
Mancaliak carano nan lah datang

Tanam siriah jo tabu udang
Tanam karakok dihalaman
Cabiaklah siriah gatoklah pinang
Ambiaklah rokok kapamenan tangan

Tarantang tali dibawah janjang
Elok diambiak pangabek sikek
Kok dirantang namuah panjang
Elok dipunta nak nyo singkek

Putiah kapeh dapek diliek
putiah hati bakaadaan
sakian sambah dari ambo
Assalammualaikum warahmatulahi wabarakatu

Rabu, 27 Januari 2010

biografi Imam Syafi'i

Klik disini

Biografi Nabi Muhammad SAW

Klik disini

Biografi HAMKA

download aja tulisannya disini..!!!

Senin, 25 Januari 2010

Kritik Sastra

Download disini

Jumat, 22 Januari 2010

Artikel "Kaba Cindua Mato"

download,, klik disini

Novel "Siti Nurbaya"

download,, klik disini

Dibawah Lindungan Ka'bah (HAMKA)

download,, klik disini

Cerpen "Laila" Karya Putu Wijaya

mau downdoad isi lengkapnya klik disini

download

Rabu, 20 Januari 2010

Batombe (tradisi Berbalas Pantun)


Download,, klik aja disini..!!

Coret-coret tentang Filsafat Keindahan

ESTETIK FILSAFATI

I. Pengantar
Estetik di dunia Barat sama tuanya dengan filsafat. Khususnya dalam filsafat Plato masalah estetik memainkan peranan yang sangat penting. Keindahan yang mutlak menurut Plato hanya terdapat dalam tingkatan ide-ide; dan dunia ide yang mengatasi kenyataan itulah dunia ilahi yang tidak langsung terjangkau oleh manusia, tetapi yang paling banter dapat didekati lewat pemikiran; para filsuflah yang pertama-tama dapat mendekati dunia ide dengan harmoni yang ideal (Teeuw, 347:1984). Dick Hartoko dalam bukunya Manusia dan Seni (1986: 15-17 ) mengemukakan perihal estetika, yang meliputi pengertian dan juga asal kata dari istilah tersebut. Istilah anaestesi itu terdiri atas dua bagian: “an” yang berarti “tidak” dan aesthesis’ berarti yang berarti “perasan, pencerapan, persepsi” jadi tugas ahli anaesthesi itu supaya pasien pada waktu ia dibedah, tidak merasakan sakit, tidak sadar diri. Kata “aesthesis” berasal dari bahasa Yunani dan berarti pencerapan, persepsi, pengalaman, perasaan, pemandangan. Kata ini untuk pertama kali dipakai oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762).              
Baumgarten masih memasukkan pengalaman tentang keindahan dalam ilmu pengetahuan, namun ia tokoh merasakan perlunya untuk menciptakan sebuah istilah tersendiri guna menunjukkan bahwa pengetahuan ini lain dari yang lain, berbeda dengan pengetahuan akal budi semata-maka. Semenjak Kant, bahwa pengetahuan tentang keindahan atau pengalaman estetik tidak dapat ditempatkan di bawah payung logika atau etika, namun istilah estetika tetap dipertahankan, dan yang dimaksudkan dengan istilah itu ialah cabang filsafat yang berurusan dengan keindahan, entah menurut realisasinya (dalam sebuah karya seni) entah menurut pengalaman subyektif. Maka Alexander Gottlieb Baumgarten mengembangkan filsafat estetika yang didefinisikannya sebagai ilmu pengetahuan tentang keindahan dituangkan melalui karyanya yang berjudul Aesthetica Acromatica (1750-1758).
Seorang filsuf Jerman, menguraikan tentang cabang filsafat yang melingkupi realitas seni dan keindahan. Paparan tentang pemahaman estetika tersebut dikemukakan dalam buku berjudul Meditationes Philosophicae de Nomullis ad Poema Pertinentibus (1735). Karya tersebut diterjemahkan dalam edisi bahasa inggris berjudul Reflections on Poetry (1954). Sedangkan filsafat berasal dari kata Yunani philosophia dan philosophos. Menurut bentuk kata, seorang philo-sophos adalh seorang “pencipta kebijaksanaan” (Bertens, 17:1999).
Pada zaman Yunani Kuno sampai masa-masa kemudian filsafat keindahan menjadi begian dari metafisika (yakni cabang filsafat yang membahas persoalan-persoalan tentang keberadaan dan seluruh realita). Banyak metode dan peristilahan metafisika dipergunakan dalam filsafat keindahan. Filsuf yang mulai banyak membahasnya dalam Sokrates (496-399 sebelum Masehi) dan Plato (427-347 S.M). istilah-istilah yang mereka pakai lebih umum sifatnya. Aristoteles, filsud yang pernah menjadi guru Iskandar Agung, mempergunakan istilah Poetika. Kemudian hari muncul istilah-istilah seperti “ars” (seni) dan “humaniora” yang dinegara-negara yang berbahasa inggris masih dijunjung tinggi sebagai jurusan The Humanities (yang menjadi orang muda lebih manusiawi).
 Para Kawi zaman dahulu memakai kata Kalangwan atau Lango. Menurut professor zoetmulder, tak ada satu bahasa yang demikian kaya akan istilah-istilah untuk mengungkapkan pengalaman estetik itu seperti bahasa Jawa Kuno. Bahkan dalam kalangan para penyair itu keindahan dan pengalaman estetik dianggap sebagai sesuatu yang berasal dari surga, yang pantas di sambut dengan sikap religius dan kebaktian “a real cult of beauty”, bahkan membuat seni, menggubah sebuah syair dianggap sebagai sesuatu tindakan kebaktian.

II. Lingkupan dan Batasan Estetik
           
            Batasan estetik diberikan para filsuf dan sarjana beragam banyaknya, tapi pada umumnya estetik adalah cabang filsafat dan filsafat termasuk membicarakan keindahan. Terkadang ditegaskan bahwa keindahan itu adalah keindahan yang terdapat dalam alam dan seni. Keindahan dalam seni mempunyai hubungan erat dengan kemampuan manusia menilai karya seni yang bersangkutan untuk menghargai keindahannya. Kemampuan ini dalam filsafat terkenal dengan istilah cita rasa (taste). Cita rasa menurut perumusan Kant diartikan sebagai kemampuan mental untuk menilai suatu benda atau suatu macam gagasan dalam hubungannya dalam kepuasan atau ketidak puasan  tanpa adanya suatu kepentingan apapun.

Benda yang mengakibatkan kepuasan tersebut disebut indah. Tapi dari sudut lain orang juga bias berpendapat bahwa hubungan antara keindahan dengan istilah seni bukanlah suatu kemestian. Setiap karya seni tidak selalu mesti indah, misalnya seni pada suku-suku primitif dan sebaliknya keindahan tidak senantiasa hanya terdapat pada seni, umpamanya keindahan alam. Dengan demikian sasaran estetik bukanlah seni atau keindahan semata-mata dan  juga bukan keindahan dan seni, melainkan keindahan sebagai nilai positif serta lawannya berupa kejelekan sebagai nilai negatif ( Gie, 19 : 1976).  
Wadjiz Anwar L.Ph. juga menguraikan secara singkat tentang estetika dalam bukunya yang berjudul: Filsafat Estetika (1985: 9-10) sebagai berikut.
Estetika dalam arti teknis ialah ilmu keindahan, ilmu mengenal kecantikan secara umum. Kitra memandang alam disekeliling kita dan kita menjumpai keindahan dan kecantikan terdapat dimana-mana. Keindahan pemandangan pohon bamboo yang menjulan di atas desa-desa negeri kita. Keindahan laut yang membentang ditepi pantai. Suarapun mempunyai keindahan. Gerak langit dan gerak penaripun ada keindahan nya. Di samping keindahan yang terdapat di dalam alam itu kita sebagai manusia juga membuat beberapa keindahan yang kita tuangkan di dalam karya-karya seni. Kita merasakan keindahan-keindahan itu dan menikmatinya. Akan tetapi dengan demikian itu kita belum menjadi ahli-ahli estetika. Estetika bukanlah cara untuk menikmati keindahan, akan tetapi usaha-usaha untuk memahaminya.
Estetika berasal dari kata bahasa Yunani aesteis, berarti perasaan atau sensitivitas. Ini karena keindahan itu memang erat sekali hubungannya dengan lidah dan selera perasaan, atau apa yang disebut dalam bahasa jerman “Geschmack” atau dalam bahasa Inggris “teste”. Akan tetapi pada masa sekarang kita itu diartikan segala pemikiran filosofis tentang seni. Estetika timbul tatkala pemikiran filsud terbuka untuk menyedidiki dan hatinya terbuka untuk mengecap rasa terharu, demikian kata Paul Valery. Estetika bersama dengan ethika dan logika membentuk tritunggal ilmu-ilmu nonmatif di dalam filsafat. Maka barangkali akan lebih tepat bila kita kutif kata-kata Hegel: filsafat seni membentuk bagian yang penting sekali di dalam struktur filsafat”.
Soedarso Sp. (1987: 31-34) Dalam bukunya “Tinjauan seni” menguraikan tentang topik “Seni dan Keindan”, sebagai berikut.
Dalam hal memperesoalkan tentang perihal keindahan, ada dua kategori yang saling bertentangan. Yang satu adalah pandangan subyektif yang memandang keindahan terletak pada diri orang yang melihat (“beauty is in the eye of the beholder”). Sedang yang satu lagi obyektif sifatnya, menempatkan keindahan pada barang yang kita lihat. Suatu waktu sokraters mengatakan bahwa keindahan adalah segala sesuatu yang menyenangkan dan memenuhi keinginan terakhir. Jelaslah bahwa pendapat seperti ini tergolong dalam kategori pertama yang subyektif. Yang indah adalah yang mendatangkan rasa senang, dan kalau kita pinjam rumusan Kant (1724-18-4) yang hidup jauh lebih kemudian dari Sokrates, yang indah adalah yang menyenangkan tanpa pamrih dan tanpa adanya konsep-konsep tertentu. Maksudnya, kita begitu saja merasa senang tanpa alasan lain kecuali melihat atau mendengar sesuatu. Jelasnya kita merasa senang ketika memandang seorang gadis cantik, bukan karena gadis itu adalah tetangga kita yang baik, dan bukan pula karena kita telah cocok dia dengan resep-resep tertentu, misalanya karena kita telah melihat bahwa pipinya seperti pauh dilayang, dagunya seperti lebah bergantung, dan seterusnya. Begitu kita lihat, kita merasa senang.
Teori subyektif tersebut susah kita pakai untuk menentukan kenapa kita senang akan sekuntum bunga mawar yang sedang mekar, sedang bagi teori yang obyektif yang menempatkan keindahan pada obyeknya, mesti nyua adalah sifat-sifat tertentu pada bunga itu yang menjadikan kita senang. Santo Augustinus (354-430) mendefinisiakn keindahan sebagai kesatuan bentuk (omnis pulcritudinis forma unitas est) dan Thomas Aquinas (1225-1274) yang rupanya banyak mengilhami Ki Hadjar dewantara , menyaratkan tiga, hal untuk bisa disebut indah, ialah (1) andanya integritas atau perfeksi; (2) proposi yang tepat atau harmonis; dan (3) adanya klaritas atau kejelasan. Dan di jaman modern , Harbert read menulanginya dengan ungkapan bahwa keindahan adalah kesatuan hubungan bentuk-bentuk.
Jadi menurut teori obyektif, kesenangan kita terhadap bunga yang mekar itu adalah karena padanya terdapat kesatuan hubungan bentuk-bentuk , misalnya lenkungan-lengkungan pada pinggir helaian-helaian mahkota bunga tersebut yang jalin-menjalin membentuk sebuah susuan yang baik. Bayangkan, kita akan kecewa sekiranya salah satu helaiannya patah, yang berarti mementuk unsur yang tidak serasi lagi dengan deretan unsur-unsur lainnya.
Kalau saja kita dapat menerima pandangan Harbert Read yang obyektif ini, barangkali kita akan dapat juga menangkap. Kenapa yang jorok-jorok di atas boleh pula dibilang indah. Dasar pertama adalah bahwa keindahan itu terletak pada obyeknya (tidak pada diri yang melihat). Karena pada obyek tersebut terdapat suatu kualitas tertentu. Dan bagi Kant yang menandang manusia ini memiliki kemampuan untuk membuat keputusan tanpa reasoning dan menimbulkan kesenangan tanpa pamarih (urteil ohne Begriff und Vergnugen aahne Begehen). Maka kualitas tertentu tersebut tidak harus dihubungkan dengan apa-apa . Maka yang jorok tidak akan terasa jorok, karena yang menjadikan jorok tersebut adalah asosiasi kita dengan keadaan yang sebenarnya, karena kita menghubungkan bentuk-bentuk dalam gambaran itu dengan bentuk yang pernah kita lihat di alam. Begitupun gambara ellips misalnya, bisa menjadi gambar telur hanya karena kita telah penah melihatnya, dan bisa juga ia menjadi batu atau apa saja yang lain lagi.
Baumgarten (1714-1762) seorang filsuf Jarman, membedakan adanya tiga kesempurnaan di dunia ini, yaitu (1) Kebenaran, ialah kesempurnaan yang bisa kita tangkap dengan rasio; (2) Kebaikan, kesempurnaan yang kita tangkap dengan moral kita; dan (3) keindahan, adalah kesempurnaan yang kita tangkap dengan indra kita (perfectio coqnitionis sensitivae, qua talis). Ini menambah lagi alasan, kanapa yang jorok visa indah, karena fasilitas penangkapannya berlainan, indahnya lukisan harus ditangkap dengan mata, tidak dengan moral, menurut bahasa Monet, sang pelopor impresionisme itu “lukisan memasanlahkan bentuk tidak memasalahkan isi”
Namun di fihal lain akan terdengar pertanyaan, bisakan kita memisahkan segenap fasilitas yang ada pada diri kita ini satu-satu?. Manusia secara keseluruhan punya kemampuan melihat, merasakan, mengingat, menghubungkan, dan sebagainya. Pada suatu saat apakah kemampuan-kemampuan itu bicara sendiri-sendiri atau bersama-sama?.
Yayah Khisbiyah (2002: 1), Ketua Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhamadiyah Surakarta pada salah satu artikel yang berjudul Seni dan Psikologi, mengemukakan tentang hal ikwal keindahan sebagai berikut.
Keindahan (beauty) adalah pengalaman yang memberik manusia rasa kegembiraan dan rasa kedamaian sekaligus. Keindahan bersifat menenangkan dan pada saat yang sama ia juga dinamis, menstimulasi kegairahan dan meningkatkan rasa hidup manusia. Kindhanan adalah mistri yang mempesona manusia karena ia merupakan pengalaman yang bersifat timelessness dan bederajat lebih tinggi dari kemanusiaan itu sendiri.
Berkaitan dengan hal tersebut Dick Hartoko juga memaparkan tentang perihal seni yang tidak indah dalam bukunya berjudul Manusia dan Seni sebagai berikut.Sifat umum yang dewasa ini sering nampak dalam kesenian dunia Barat tak lain dan tak bukan ialah usaha untuk menimbulkan efek “shock”, memperhatikan rasa frustrasi dan kejenuhan yang dirasakan oleh sang seniman dan….sebagian masyarakat. Baik dalam seni sastra, seni drama maupun seni pahat dan seni film, dimana – mana kita jumpai gejala-gejala serupa itu, “shock” menggungcangkan yang dulu dianggap padan stabil, meleparkan batu ke kaca-kaca yang melindungi harta nilai-nilai tradisional, dengan sengaja menertawakan dan mencemoohkan apa yang oleh angkatan-angkatan dulu dianggap suci dan keramat, memberontak terhadp tat tertib yang dulu tak pernah diragu-ragukan serta membubuhkan tanda Tanya di belakang setiap pernyataan dan ucapan.
Gejala pustasi nampak dari suasana keabu-abuan yang meliputi banyak karya seni kontemporer; rupanya tak ada gairah, ditonjolkan tanpa emosi, secara factual saja. Sebelum Perang Dunia II dosa masih diperlihatkan sebagai sesuatu yang memang dilarang, tetapi toh ada segi-segi yang indah, yang membebaskan, sebgai ekspresi gaya hidup vital. Tetapi sekarang sering digambarkan sebagai sesuatu yang menjemukan, ditonjolkan dalam kejelekan, dengan sengaja dijauhkan dari segala sesuatu yang indah, kata-kata yang biasanya hanya kita lihat di dinding-dinding dibelakang stasiun atau di pasar, kini diulang-ulangi dalam apa yang disebut sastra, diteriakkan di muka radio dan televise. Bandingkan misalnya film televise Madame Bovary (berdasarkan karangan Flaubert pada pertengahan abad yang lalu) dan “ Lost tango in Paris”. Dalam “Madame Bovary” tema asmara dilukisakan sebagai suatu yang romantis dan merayu, biarpun haram, dalam “Lost tango in Paris” sebagai sesuatu yang percuma tanpa makna, tanpa tujuan.
Hanya di dunia Baratlah gejala-gejala serupa itu kelihatan? Kita telah perlu mencari jauh-jauh. Ambillah sebagai contoh “Nyanyian angsa’ dan “khotbah” karangan Rendra. Kita digemparkan dalam pendapat dan perasaan tradisional, apabila dalam perasaan keagamaan. Efek shock memang dimaksdukan dan efek shock kita alami. Ingat akan sajak – sajak Sutardji Calsum Bachri. Aneh bukan ? Siapa yang dapat mengerti? Prof. teeuw pernah menulis “… dalam sastra modern kebebasan dan kebutuhan para seniman untuk merombak sistem sastra jauh lebih besar dan lebih radikal (yakin sampai akarnya) daripada di zaman lampau… pengarang sekarang secara insaf dan sadar merombak sistem, membebaskan diri dari ikatan konvensi, dari ikatan sistem bahasa dan sastra “.
Khusus untuk memahami sastra modern yang sering ‘aneh’ itu Jurij Lotman mengajukan teorinya mengenai dua jenis Estetika; untuk mendekati sastra tradisional hendaknya kita pakai estetika keselarasan, sedangkan untuk memahami sastra (dan seni) modern perlu kita perhatikan estetika Pertentangan.
Seni tidak identik dengan keindahan. Dalam menghadapi sebuah karya seni tidak hanya kategori keindahan yang bergetar dalam hati seorang penonton, melainkan kategori-katoegori lainnya juga. Perasan estetik hanya merupakan sebagai saja dari perasaan seni. Sebuah patung klasik Yunani menimbulkan rasa lain daripada sebuah patung dari suku asmat. Dalam filsafat seni klasik di Barat sejak zaman Yunani sudah disebut adanya unsur mulia dan elok, unsur tragis dan komis, unsur indah dan jelek.
Dalam menjelajahi gejala-gejala seni modern mungkin masih ada satu faktor lain yang menyebabkan seorang pengamat tradisional tidak selalu dapat menangkap maksud sang seniman, sehingga terjadi semacam “kortsluiting”. Generasi muda sering menglami frustrasi dan kelesuan, mengalami ketidak mampuan untuk berkomunikasi dengan dunia sekitarannya, apabila dengan angkatan yang lebih tua. Menurut fisafat personalistik yang antara lain diwakili oleh Gabriel Marcel, kemampuan untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, sehingga tercapai suatu perjumpaan sungguh-sungguh antara aku dengan engkau, merupakan puncak kebahagiaan bagi seorang manusia. Dan sebaliknya, ketidakmampuan untuk melakukan komunikasi itu dapat menjadikan hidup kita bagaikan neraka (sartre) . Manusia ingin berkomunikasi, tetapi itu tidak mungkin, segala usaha kea rah itu terbentur pada tembok-tembok, setiap orang tertutup dalam dirinya. Itulah sebabnya mengapa manusia melakukan gebrakan-gebrakan , ingin menggempar tembok-tembok yang memisahkan kita dari kita. Tanpa gebrakan itu tidak mungkin, tanpa gebrakan orang lian tidak memperhatikannya. Mungkin latar belakang ini juga mempengaruhi seni modern.
III. Aliran Estetik filsafati
            Perkembangan filsafat dewasa ini timbul bermacam aliran, antara lain filsafat analistis (analiytic philosophy). Filsafat ini mencoba memecahkan persoalan-persoalan filsafati dengan mengurai dan menganalisa pengertian-pengertian yang digunakan orang. Persoalan yang sejak dulu menjadi perbincangan yang tak pernah lekang oleh waktu tersebut memberikan berbagai jawaban yang berbeda dari para filsuf , perbedaan tersebut terlihat dari berlainannya sasaran yang dikemukakan. Sasaran-sasaran tersebut meliputi :
1.      Keindahan
2.      Keindahan dalam alam dan seni
3.      Keindahan khusus pada seni
4.      Seni (segi penciptaan dan kritik seni serta hubungan dan peranan seni)
5.      Cita rasa
6.      Ukuran nilai baku
7.      Keindahan dan kejelekan
8.      Nilai non Moral
9.      Benda estetis
10.  Pengalaman Estetis

Dari keindahan yang bersifat metafisis orang sampai kepada pengalaman estetis yang lebih bercorak psikologis dengan melalui konsepsi-konsepsi tentang seni, cita rasa dan nilai, namun semua pendapat estetik tersebut tidak mengingkarinya sebagai cabang filsafat . Perkembangan saat ini yang mempelajari estetik secara ilmiah menjadikan hal yang dikemukakan diatan tersebut merupakan estetik filsafati atau disebut juga dengan estetik tradisionil. Selanjutnya estetik filsafati ada juga yang menyebutnya estetik analistis karna lebih banyak mengurai untuk dibedakan dengan estetik ilmiah. Perkembangan zaman saat ini estetik ilmiah tersebut disebut sebagai estetik modern sedangkan untuk estetik filsafati disebut estetik tradisionil.






Daftar Bacaan

Bertens, K. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Hubungan Sastra dengan Fisafat, (http://mahayana-mahadewa.com/?/reg/writing.htm), (date last access 12  Oktober 2009).
Gie, The Liang. t.t. Garis Besar Estetik. Makalah. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Makalah Estetik, (http://kedaikebun.com/?/reg/writing.htm), (date last access: 12 Oktober 2009).
Teeuw. A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.





Anak_Rantau

Blog ini adalah tempat melepaskan semua ide, pikiran maupun kreatifitas yang sempat hadir dalam benak saya...!!!